Waaah libur lebaran udah selesai, banyak sekali cerita 'seru'nya mudik yang terdengar mulai dari keluarga, tetangga, teman kantor, dan lain-lain. Emangnya mudik itu se-seru itu ya?? Hmmm.... Seru nya bareng-bareng soalnya, macet-macetan bareng, panas-panasan bareng, sampe emosi bareng-bareng (yang terakhir jangan ditiru hehehe..).
Alhamdulillah Dio udah dua kali mudik, mudik pertama adalah libur lebaran tahun lalu ke Solo. Dio pertama kali naik kereta, selama di jalan maunya dipangku terus, padahal ayahnya ngalah duduk di bawah tapi anaknya tetep pengen dipangku bundanya aja, ya udah ayah dengan senang hati kembali duduk manis di kursinya.
Mudik lebaran tahun ini gilirannya Dio sowan ke tempat eyangnya (orang tua suami), awalnya mau pulang naik angkutan umum menggunakan bus ke sana. Tapi kakak ipar malah ngajak bareng naik mobilnya, dengan konsekuensi berangkat pas malam takbiran karena minggu pagi nya dia masih ada kerjaan. Baiklah dengan senang hati dan tidak lupa berdoa semoga tidak macet, kami setia menunggu. Akhirnya kakak sampai di Bandung sekitar jam setengah 4 sore, berhubung perjalanan masih jauh jadi diputuskan mulai berangkat setelah maghrib saja, sambil istirahat dan menunggu waktu buka puasa. Selepas maghrib baru deh kami cusss berangkat dari Bandung menuju Wanareja.
Wanareja adalah salah satu desa yang masuk dalam wilayah Cilacap, tetapi letaknya lebih dekat dengan Banjar (Jawa Barat), karena Wanareja merupakan perbatasan antara Jawa Barat dengan Jawa Tengah di jalur Selatan. Normalnya perjalanan kesana memakan waktu sekitar 6 - 7 jam dari Bandung. Nah ketika arus mudik malam takbiran ini alhamdulillah doa kami di dengar. Jalanan justru cenderung lengang, satu-satunya macet yang kami alami adalah ketika kami memutuskan melewati jembatan di daerah Ciamis yang sebelumnya dikabarkan amblas, tetapi sudah bisa mulai dilewati. Macetnya paling hanya sekitar 15 menit, lebih karena mobil-mobil yang maju melewati jembatan berjalan dengan perlahan karena perbaikan jembatan masih belum optimal, selepas dari situ langsung lancar jaya, berangkat dari Bandung jam setengah 7 malam, sampai di rumah jam setengah 2 dini hari, alhamdulillah. Karena berangkatnya malam, Dio (umur 1 tahun 9 bulan) banyak tidur selama perjalanan. Sempat bangun beberapa kali tetapi nggak rewel karena malah seneng banget ngeliat lampu sama banyak kembang api di luar. Kalau pas bangun malah seneng nyanyi-nyanyi sambil godain ayahnya yang duduk di depan. Untungnya sempat bawa makanan kecil yang dia suka, tau-tau jam 11 malam bilang lapar. Wah luar biasa anak ini, bekal makaroni panggang habis setengah di jalan, minta minum susu abis itu anteng tidur. Perjalanan pertama aman....
Yang seru adalah arus baliknya....
Kami berangkat dari Wanareja pada hari Jumat jam 11 malam, saat jam menunjukkan jam 2 kami sudah sampai di Kabupaten Tasik, saat jam menunjukkan jam 5 kurang kami masih di Kabupaten Tasik. Paling nggak jauh dari tempat kami berada pas jam 2 itu, macetnya sampai berjam-jam, luar biasa!!!
Dio dari berangkat udah tidur (ya masa iya jam 11 malem masih melek, eh tapi pernah melek juga deng. Jadi alhamdulillah udah tidur), nah pas jam 5 kurang ini tiba-tiba bundanya pengen ke kamar kecil. Iya rasanya pas macet total pengen ke kamar mandi itu sesuatu banget. Untungnya di lokasi tempat kami berhenti terdengar suara orang mengaji dari Masjid. Ya sudah kakak minggir sekalian istirahat, saya (gendong Dio) sama suami nyari dimana Masjidnya, sekalian nunggu Subuh. Pas keluar mobil itu akhirnya Dio bangun, girang banget ngeliat banyak mobil berhenti, itu macet namanya nak, jangan ketawa-ketawa gitu hehehe...
Lokasi masjidnya ada di dalam perkampungan warga, sebenarnya tidak jauh dari jalan raya, tapi jalan menuju ke sana lumayan menantang karena harus menuruni jalanan gang yang lumayan sempit dan curam. Tapi sampai di Masjid alhamdulillah seneng banget, ternyata Masjidnya lumayan besar dan bersih. Untungnya juga langit malam saat itu cerah banget, jadi banyak bintang yang terlihat dan itu membuat Dio excited banget ngeliatnya. Ada sekitar 20 menit kami istirahat di Masjid itu, begitu naik lagi ke jalan raya ternyata mobil-mobilnya belum bergerak, masih sama seperti posisi kami tinggal tadi -.-
Jam setengah 6 kakak udah mulai segar dan mengajak berangkat lagi, walaupun kondisi di jalan juga masih sama macetnya. Yang penting udah di jalan lah, bukan di pinggir jalan jadi walau jalan pelan-pelan juga bisa maju. Maju sedikit, berhentinya lama. Begitu terus sampai jam 7, akhirnya kami mampir lagi di masjid yang kali ini ada di pinggir jalan. Kakak sama ayah minum kopi, saya sama Dio makan pop mie (benar-benar jangan ditiru ini mah...) Habisnya dia nangis pengen minta, untungnya cuma minta dua suap abis itu bisa dialihkan biar mau makan roti aja hhhhh.....
Nah di jalan udah mulai panas, tapi jam 11 siang kami masih di tanjakan Gentong. Ya allah, anak udah mulai rame pengen cepet sampe. Udah gitu dia mulai gerah juga karena pas berangkat malam saya pakaikan baju dan celana panjang. Untung udah prepare bawa baju ganti yang lengan pendek dan bahannya adem, di ganti di jalan, kasih mainan di tempat duduknya, kipas-kipasin anteng lagi deh.... Alhamdulillah jam 3 akhirnya kami sampai di rumah. Total kurang lebih 16 jam di jalan, benar-benar mudik bersama anak satu tahun sembilan bulan yang seru!!!! Nambah pengalaman juga sih buat kami sebagai orang tua gimana menghadapi kerewelan anak di saat yang paling tidak enak (macet, panas, gak tau kapan sampai di rumah), sekaligus memberi tahu anak bahwa keadaan kadang bisa menjadi yang tidak dia sukai. Yang penting adalah how we handle it....
Tahun depan kemana lagi ya mudiknya..... Hehehehe
Thursday 7 August 2014
Wednesday 16 July 2014
What a wonderful life... Life is sure a rollercoaster
Sebelumnya mau minta ampun, sungkem minta maaf sama yang udah mengajukan pertanyaan lewat blog saya ini, tapi balasannya baru hari ini, super lama memang... maafkan kemalasan saya membuka blog ini teman-teman :'( Apalagi ini kan bulan baik, mudah-mudahan dibukakan pintu maafnya (lha curang alasannya gitu... hehehe...) sekali lagi maaf ya...
Punya hasrat untuk melanjutkan menulis lagi, bukan menulis yang ilmiah sih (kapan pinternya ini...) tapi menulis pengalaman yang saya alami, syukur-syukur bisa menjadi pelajaran buat yang lain. Walaupun menjalaninya harus naik turun, jatuh keguling-guling, kami percaya rencana Mu lebih indah ya Allah....
Chapter One: Ternyata dear husband harus diuji, cari kerjaan baru lagiiiii graaaak....
Ini bukannya maksud saya untuk mengeluh tentang hidup, atau menceritakan aib keluarga. Jujur hanya agar orang lain dapat mengambil hikmah dari apa yang kami alami. Suami saya sudah bekerja di perusahaan Tuing-tuing (*sengaja disamarkan agar tidak terjadi gugatan hehehe...) selama kurang lebih 2 tahun. Suami itu adalah tipe orang yang sangat pekerja keras, loyal terhadap perusahaan, tidak pernah absen atau ijin selama kerja kecuali sakit keras, sering bawa kerjaan ke rumah, datang paling pagi pulang paling belakangan, pokoknya he did his best for his company. Saya sebagai istri yang sama-samabekerja, saya sering sekali merasa salut sama dia. Suami bukan orang yang sempurna, banyak juga kekurangannya yang menurut saya masih bisa ditolerir, bukan hal yang destruktif. Siapa sih di dunia ini yang sempurna... Alhamdulillah anak buahnya nurut sama dia, atasannya pun walaupun sering marah tapi menaruh respect ke suami. Tetapi kami sudah tidak berjodoh lagi dengan perusahaan Tuing-tuing itu, dikarenakan pimpinan Pusat dari perusahaan suami menginginkan orang lain di posisi suami sekarang.
Dari awal suami saya bekerja, manajemen pengelolaan barangnya memang sudah sangat kacau. Dengan masuknya suami mulai tahun 2012 sebenarnya sudah mulai tertata, terbentuk sistem yang jelas. Yang lucunya adalah suami dikeluarkan karena tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi sebelum 2012, di tengah sistem yang kacau tersebut, diantara ketidakjelasan aturan dalam mempergunakan barang, pada saat sekarang di 2014, padahal orang yang harusnya dimintai pertanggungjawabannya atas hal tersebut harusnya bukan di level suami, tetapi di atasnya lagi. Padahal sistem yang berjalan sekarang sehingga data barang lebih mudah dikontrol adalah berkat pemikiran suami. Atasan langsungnya keberatan dengan hal tersebut, bahkan sampai mengucapkan akan rugi besar jika melepas suami. Tapi ya sudahlah pintu rejeki disana sudah ditutup. Saatnya berjuang mencari pintu rejeki lain, yang mudah-mudahan lebih berkah sehingga suami bisa mendedikasikan ilmunya untuk orang banyak. Amiiin....
Sekarang suami sudah bekerja di tempat baru, alhamdulillah tidak butuh waktu lama untuk mencari pekerjaan lain, apalagi ada rekomendasi dari atasan sebelumnya. Mudah-mudahan awet, amiin...
Chapter Two: Harus support suami, tapi tawaran untuk tes beasiswa terbuka
Tahun ini adalah tahun yang luar biasa untuk keluarga kami, salah satunya adalah karena saya sudah tercatat resmi bekerja 2 tahun sebagai abdi negara sehingga sudah diberikan kesempatan atau dibolehkan mencari beasiswa untuk tugas belajar maupun biaya sendiri untuk ijin belajar. Dikarenakan kami adalah keluarga yang masih berjuang mencicil sana sini hehehe... Makanya sangat berharap dari beasiswa yang ada di Indonesia tercinta ini. Hasil browsing dan berdasarkan penawaran yang masuk di kantor akhirnya mencoba untuk mendaftar lewat beasiswa SPIRIT yang diselenggarakan oleh Bappenas yang bekerjasama dengan World Bank. Ujian saringannya ada 3 step, yang pertama adalah seleksi administrasi dimana kita mengirimkan kelengkapan persyaratan yang dibutuhkan untuk apply beasiswa ini. Kemudian setelah daftar nama keluar untuk lanjut ke tes berikutnya, kami menjalani tes TPA dan tes TOEFL. Setelah menunggu cukup lama, keluar hasilnya dan yang diseleksi lulus atau memenuhi nilai yang ditetapkan bisa lanjut ke proses wawancara.
Punya hasrat untuk melanjutkan menulis lagi, bukan menulis yang ilmiah sih (kapan pinternya ini...) tapi menulis pengalaman yang saya alami, syukur-syukur bisa menjadi pelajaran buat yang lain. Walaupun menjalaninya harus naik turun, jatuh keguling-guling, kami percaya rencana Mu lebih indah ya Allah....
Chapter One: Ternyata dear husband harus diuji, cari kerjaan baru lagiiiii graaaak....
Ini bukannya maksud saya untuk mengeluh tentang hidup, atau menceritakan aib keluarga. Jujur hanya agar orang lain dapat mengambil hikmah dari apa yang kami alami. Suami saya sudah bekerja di perusahaan Tuing-tuing (*sengaja disamarkan agar tidak terjadi gugatan hehehe...) selama kurang lebih 2 tahun. Suami itu adalah tipe orang yang sangat pekerja keras, loyal terhadap perusahaan, tidak pernah absen atau ijin selama kerja kecuali sakit keras, sering bawa kerjaan ke rumah, datang paling pagi pulang paling belakangan, pokoknya he did his best for his company. Saya sebagai istri yang sama-samabekerja, saya sering sekali merasa salut sama dia. Suami bukan orang yang sempurna, banyak juga kekurangannya yang menurut saya masih bisa ditolerir, bukan hal yang destruktif. Siapa sih di dunia ini yang sempurna... Alhamdulillah anak buahnya nurut sama dia, atasannya pun walaupun sering marah tapi menaruh respect ke suami. Tetapi kami sudah tidak berjodoh lagi dengan perusahaan Tuing-tuing itu, dikarenakan pimpinan Pusat dari perusahaan suami menginginkan orang lain di posisi suami sekarang.
Dari awal suami saya bekerja, manajemen pengelolaan barangnya memang sudah sangat kacau. Dengan masuknya suami mulai tahun 2012 sebenarnya sudah mulai tertata, terbentuk sistem yang jelas. Yang lucunya adalah suami dikeluarkan karena tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi sebelum 2012, di tengah sistem yang kacau tersebut, diantara ketidakjelasan aturan dalam mempergunakan barang, pada saat sekarang di 2014, padahal orang yang harusnya dimintai pertanggungjawabannya atas hal tersebut harusnya bukan di level suami, tetapi di atasnya lagi. Padahal sistem yang berjalan sekarang sehingga data barang lebih mudah dikontrol adalah berkat pemikiran suami. Atasan langsungnya keberatan dengan hal tersebut, bahkan sampai mengucapkan akan rugi besar jika melepas suami. Tapi ya sudahlah pintu rejeki disana sudah ditutup. Saatnya berjuang mencari pintu rejeki lain, yang mudah-mudahan lebih berkah sehingga suami bisa mendedikasikan ilmunya untuk orang banyak. Amiiin....
Sekarang suami sudah bekerja di tempat baru, alhamdulillah tidak butuh waktu lama untuk mencari pekerjaan lain, apalagi ada rekomendasi dari atasan sebelumnya. Mudah-mudahan awet, amiin...
Chapter Two: Harus support suami, tapi tawaran untuk tes beasiswa terbuka
Tahun ini adalah tahun yang luar biasa untuk keluarga kami, salah satunya adalah karena saya sudah tercatat resmi bekerja 2 tahun sebagai abdi negara sehingga sudah diberikan kesempatan atau dibolehkan mencari beasiswa untuk tugas belajar maupun biaya sendiri untuk ijin belajar. Dikarenakan kami adalah keluarga yang masih berjuang mencicil sana sini hehehe... Makanya sangat berharap dari beasiswa yang ada di Indonesia tercinta ini. Hasil browsing dan berdasarkan penawaran yang masuk di kantor akhirnya mencoba untuk mendaftar lewat beasiswa SPIRIT yang diselenggarakan oleh Bappenas yang bekerjasama dengan World Bank. Ujian saringannya ada 3 step, yang pertama adalah seleksi administrasi dimana kita mengirimkan kelengkapan persyaratan yang dibutuhkan untuk apply beasiswa ini. Kemudian setelah daftar nama keluar untuk lanjut ke tes berikutnya, kami menjalani tes TPA dan tes TOEFL. Setelah menunggu cukup lama, keluar hasilnya dan yang diseleksi lulus atau memenuhi nilai yang ditetapkan bisa lanjut ke proses wawancara.
Wednesday 8 January 2014
Dio akhirnya Imunisasi MMR juga.....
Yaaak... Setelah sempet maju mundur mau ngasih Dio imunisasi MMR atau gak, akhirnya pas hari Sabtu kemarin Dio sudah resmi diimunisasi MMR. Imunisasi Dio selalu hari sabtu, karena di hari sabtu saya baru bisa libur, gak enak kalau keseringan ijin di kantor hehehe... (maap ya pak bos saya sering ijin).
Back to the topic, buat Bunda atau Ayah yang belum tahu ini sekilas tentang MMR.
a. Adanya 'mitos' yang bilang kalau imunisasi MMR dapat menyebabkan Autisme.
Sebenarnya bukan mitos juga sih ya, jadi sebelumnya ada seorang Dokter di London sana yang mengungkapkan hal tersebut. Nah hal ini yang sempat membuat semua orang tua jadi mempertanyakan lagi aman gak sih imunisasi ini, wajib atau gak diberikan untuk anak.... Walaupun sudah ada penelitian lanjutan yang menyebutkan bahwa penemuan dokter di London sana tidak benar, bahwa yang bersangkutan sudah memanipulasi data, tetapi tetap aja yang namanya orang tua jadi takut kan ya. Makanya kami diskusi sama DSA, banyak browsing artikel-artikel atau milis-milis tentang si MMR ini. Dan menurut kami imunisasi MMR ini penting untuk si buah hati, makanya kami imunisasi engkau dengan Bismillah anakku....
b. Faktor Biaya... (Iya ibu-ibu biaya)
Sebelum akhirnya memutuskan untuk MMR, ada selentingan kabar kalau biaya imunisasi MMR itu mahal banget, ada yang bilang sampe 700ribu ke atas malah. Sebagai menteri keuangan rumah tangga, saya diberi mandat khusus sama presiden rumah tangga (dear husband) untuk croscek langsung ke RS tempat Dio imunisasi. Dio dari mulai di Bandung selalu imunisasi atau berobat di RS Borromeous karena lokasinya yang memang paling dekat rumah dan dokternya baik-baik (cocok pokoknya). Dan ternyata sodara-sodara harganya tidak sehebat itu (alhamdulillah.... hehehe padahal untungnya diganti sama kantor suami tetep aja perhitungan). Sharing aja ya, kalau kemarin untuk imunisasi MMR nya sendiri 100ribu, baru deh ditambah sama biaya DSA-nya (yang lebih mahal) dan perlengkapan lainnya (kaya jarum suntik, dll, dsb) yah total gak sampe 250ribu. Ini kalau di RS swasta ya Bun, mungkin kalau di RS pemerintah bisa jauh lebih murah.
c. Vaksin MMR masih susah dicari
Mungkin ini tergantung lokasinya juga ya, karena di tempat saudara saya yang ada di Solo katanya agak susah nyarinya. Saran saya sebelum datang ada baiknya konfirmasi dulu ke rumah sakit atau puskesmasnya tentang ketersediaan vaksin ini. Gak enak juga kan kalau udah antri lama tapi ternyata vaksinnya gak ada (ya setiap imunisasi antrinya selalu lama, kenapa kenapaaa...)
d. Belum banyak anak yang diimunisasi MMR
Hal ini mungkin karena beberapa hal yang saya sebutkan diatas, mungkin bisa juga karena tidak diinformasikan DSA-nya. Alhamdulillah DSA kami termasuk yang komunikatif dan mau menjelaskan dengan sejelas-jelasnya tentang apapun yang mengganjal di hati (cieee.. hehehe dokternya perempuan kok ini, jangan mikir yang enggak-enggak ya yah). Tapi tergantung keyakinan masing-masing orang tua juga apakah mau memberikan ini untuk anaknya atau tidak karena imunisasi MMR untuk sebagian besar orang masih dianggap sebagai imunisasi yang belum wajib.
Oke, sekedar share aja untuk khalayak ramai di dunia maya ini. Semoga Dio selalu sehat dan aktif seperti biasa (amiiiin....). Oh iya dua minggu lagi jadwal imunisasi cacar air ni dari dokternya. Hmmm... perlu gak ya?? Browsing-browsing lagi ya semuanya. Byeee.....
Back to the topic, buat Bunda atau Ayah yang belum tahu ini sekilas tentang MMR.
- Apa itu Imunisasi MMR?
- Kapan Waktu Pemberian Imunisasi MMR
- Kenapa Sempat Bimbang (halah bahasanya..)
a. Adanya 'mitos' yang bilang kalau imunisasi MMR dapat menyebabkan Autisme.
Sebenarnya bukan mitos juga sih ya, jadi sebelumnya ada seorang Dokter di London sana yang mengungkapkan hal tersebut. Nah hal ini yang sempat membuat semua orang tua jadi mempertanyakan lagi aman gak sih imunisasi ini, wajib atau gak diberikan untuk anak.... Walaupun sudah ada penelitian lanjutan yang menyebutkan bahwa penemuan dokter di London sana tidak benar, bahwa yang bersangkutan sudah memanipulasi data, tetapi tetap aja yang namanya orang tua jadi takut kan ya. Makanya kami diskusi sama DSA, banyak browsing artikel-artikel atau milis-milis tentang si MMR ini. Dan menurut kami imunisasi MMR ini penting untuk si buah hati, makanya kami imunisasi engkau dengan Bismillah anakku....
b. Faktor Biaya... (Iya ibu-ibu biaya)
Sebelum akhirnya memutuskan untuk MMR, ada selentingan kabar kalau biaya imunisasi MMR itu mahal banget, ada yang bilang sampe 700ribu ke atas malah. Sebagai menteri keuangan rumah tangga, saya diberi mandat khusus sama presiden rumah tangga (dear husband) untuk croscek langsung ke RS tempat Dio imunisasi. Dio dari mulai di Bandung selalu imunisasi atau berobat di RS Borromeous karena lokasinya yang memang paling dekat rumah dan dokternya baik-baik (cocok pokoknya). Dan ternyata sodara-sodara harganya tidak sehebat itu (alhamdulillah.... hehehe padahal untungnya diganti sama kantor suami tetep aja perhitungan). Sharing aja ya, kalau kemarin untuk imunisasi MMR nya sendiri 100ribu, baru deh ditambah sama biaya DSA-nya (yang lebih mahal) dan perlengkapan lainnya (kaya jarum suntik, dll, dsb) yah total gak sampe 250ribu. Ini kalau di RS swasta ya Bun, mungkin kalau di RS pemerintah bisa jauh lebih murah.
c. Vaksin MMR masih susah dicari
Mungkin ini tergantung lokasinya juga ya, karena di tempat saudara saya yang ada di Solo katanya agak susah nyarinya. Saran saya sebelum datang ada baiknya konfirmasi dulu ke rumah sakit atau puskesmasnya tentang ketersediaan vaksin ini. Gak enak juga kan kalau udah antri lama tapi ternyata vaksinnya gak ada (ya setiap imunisasi antrinya selalu lama, kenapa kenapaaa...)
d. Belum banyak anak yang diimunisasi MMR
Hal ini mungkin karena beberapa hal yang saya sebutkan diatas, mungkin bisa juga karena tidak diinformasikan DSA-nya. Alhamdulillah DSA kami termasuk yang komunikatif dan mau menjelaskan dengan sejelas-jelasnya tentang apapun yang mengganjal di hati (cieee.. hehehe dokternya perempuan kok ini, jangan mikir yang enggak-enggak ya yah). Tapi tergantung keyakinan masing-masing orang tua juga apakah mau memberikan ini untuk anaknya atau tidak karena imunisasi MMR untuk sebagian besar orang masih dianggap sebagai imunisasi yang belum wajib.
Oke, sekedar share aja untuk khalayak ramai di dunia maya ini. Semoga Dio selalu sehat dan aktif seperti biasa (amiiiin....). Oh iya dua minggu lagi jadwal imunisasi cacar air ni dari dokternya. Hmmm... perlu gak ya?? Browsing-browsing lagi ya semuanya. Byeee.....
Subscribe to:
Posts (Atom)